Polemik Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa dan Implikasinya Terhadap Demokrasi Lokal
DOI:
https://doi.org/10.31004/innovative.v4i3.12443Abstract
Isu mengenai rencana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa, Asosiasi Persatuan Kepala Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, menuntut perubahan Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 perihal masa jabatan kepala desa, serta meminta perpanjangan masa jabatan sebelumnya. . Masa jabatannya berkisar antara 3 periode selama 6 tahun hingga 3 periode selama 9 tahun, sehingga masa jabatannya bisa sampai 27 tahun. Tujuan dari penelitian ini ialah guna mengidentifikasi perdebatan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa serta dampaknya atas demokrasi lokal. Penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan (library research). Hasil dari penelitian ini yaitu alasan perpanjangan masa jabatan tersebut ialah dengan adanya masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 sembilan tahun kepala desa memiliki lebih banyak waktu untuk mensejahterakan rakyat dan pembangunan desa dapat lebih efektif tanpa terpengaruh oleh dinamika politik pasca pemilihan kepala desa. Adapun dengan diperpanjangnya masa jabatan kepala desa akan melahirkan degradasi demokrasi lokal khususnya di desa karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yakni pembatasan kekuasaan, yang berimplikasi pada kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, resiko kecemburuan sosial di masyarakat yang berujung pada munculnya dinasti kepemimpinan; risiko nepotisme, terbatasnya ruang bagi pihak lain untuk mengusulkan peluang menjadi kepala desa, korupsi dana desa dan juga kejenuhan psikologis politik masyarakat.