Juridical Aspects of Issuance of Halal Certification in Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.31004/innovative.v4i3.11226Abstract
Aktifitas bisnis dalam Islam dikendalikan oleh aturan-aturan syariat yakni tentang halal dan haram, baik dari cara memeroleh harta maupun cara memanfaatkannya. Aturan dan prinsip halal dan haram ini tidak ada dalam kegiatan bisnis di luar dari selain Islam. Secara ekonomi Potensi Undang-undang JPH, sangat besar. Apalagi dalam indikator global ekonomi Islam, yang diterbitkan oleh State of the Global Islamic economy Report (GIER) 2018/19. Malasyia dan UEA mendapat skor 127 dan 89. Mereka unggul jauh dari Bahrain (65), Arab Saudi (54), Oman (51), Yordania, Qatar, dan Pakistan (49), Kuwait (46), serta Indonesia (45) Bahkan secara khusus, Indonesia disebut telah berhasil melakukan lompatan sehingga masuk dalam jajaran 10 (sepulu) besar negara yang memegang peranan dalam perekonomian Islam di dunia.Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, yang hanya menggunakan data kepustakaan. Sedangkan sifat penelitian adalah bersifat diskriftif, yang menggambarkan norma hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan Aspek Yuridis Kewenangan Sertifikasi Halal di Indonesia. Hasil penelian yang dilakukan tentang Aspek Yuridis Kewenangan Serifikasi Halal di Indonesia disimpulkan, Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal secara aspek yuridis, pergeseran pengaturan sertifikasi halal telah terjadi beberapa. Anatara lain pada Tahun 1967, Penandaan Label Haram menjadi otoritas Pemerintah melalui Depatemen Kesehatan Republik Indonesia (BPOM). Sampai Akhirnya terjadi gejolak ekonomi tentang halal produk minuman dan makanan. Dimana ummat Islam di Indonesia tidak percaya tentang kehalalan suatu produk makanan dan minuman kemasan. Pada Tahun 1985 Melalui SKB Menetri Agama dan Menteri Kesehatan Nomor 472/Menkes/SKB/VIII/1985. Melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian mengalikan sertifikasi Halal kepada MUI. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di Indonesia. Kembali mengalami perubahan, secara asfek yuridis pengaturan kewenangan sertifikasi halal, yang mulai sejak tahun 1985 dipegang oleh MUI, kemudian efektif berlaku pada tahun 1994, maka setelah 2014, Kewenangan penerbitan sertifikasi halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Kembali menjadi kewenangan Pemerintah melalui Kementerian Agama dalam hal ini Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH).